RSS

PERIKATAN DAN KONTRAK

Rulil asmi Filed Under:
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan Negara yang sedang giat-giatnya
membangun untuk meningkatkan pembangunan di segala sektor dengan
tujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Melihat realitas tersebut
keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat vital dalam
pelaksanaan, tujuan pembangunan nasional, untuk itu perlindungan terhadap
tenaga kerja di maksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan
¬¬¬¬menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja.
Pekerja merupakan bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang telah
melakukan kerja, baik bekerja untuk diri sendiri maupun bekerja dalam
hubungan kerja atau di bawah perintah pemberi kerja dan atas jasanya dalam
bekerja yang bersangkutan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Dengan kata lain tenaga kerja disebut pekerja bila ia melakukan pekerjaan
dalam hubungan kerja dan di bawah perintah orang lain dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pekerja atau buruh adalah satiap orang
yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Mengingat pekerja sebagai pihak yang lemah dari majikan yang
kedudukannya lebih kuat, maka perlu mendapatkan perlindungan atas hak-
haknya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang
menyebutkan, bahwa : ”tiap-tiap warga Negara Indonesia berhak atas
pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan“.

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang N0 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Kondisi buruh merupakan permasalahan yang menarik dari dahulu.
Terlebih-lebih di saat sekarang ini, di mana kondisi perekonomian yang tidak
menentu membawa akibat bagi perusahaan dan buruh. Bagi perusahaan
membengkaknya biaya operasional dan bagi buruh dengan kondisi upah yang
tetap semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup.
Permasalahan tenaga kerja dari tahun ke tahun menarik perhatian banyak
pihak, terutama oleh pemerhati tenaga kerja. Perjalanan seseorang sebagai
tenaga kerja sering diperoleh kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan.
Perselisihan antara pengusaha dan buruh / pekerja kerap terjadi dalam dunia
ketenagakerjaan di tanah air. Seperti halnya kasus konflik perburuhan,
kekerasan, penipuan, pemecatan yang semena-mena, upah yang tidak sesuai
standar, semakin hari semakin kompleks. Salah satu faktor penyebabnya
adalah masih banyaknya pihak yang belum mengerti tentang hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang mereka miliki dalam suatu perjanjian kerja yang
notabene adalah suatu perikatan hukum. Sehingga masih banyak pekerja yang
merasa dirugikan oleh pengusaha yang memaksakan kehendaknya pada pihak
pekerja dengan mendiktekan perjanjian kerja tersebut pada pekerjanya. Di satu
sisi pengusaha masih melihat pihak pekerja/buruh sebagai pihak yang lemah.
Sementara itu pihak buruh / pekerja sendiri kurang mengetahui apa-apa yang
menjadi hak dan kewajibannya. Dengan kata lain, pihak buruh/ pekerja turut
saja terhadap peraturan yang diberikan oleh pihak pengusaha. Padahal dalam
suatu hubungan kerja sama yang baik tidak ada pihak yang lebih penting
karena pengusaha dan buruh/pekerja masing-masing saling membutuhkan.


Pasal 27 angka 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Pengertian Umum Perjanjian / persetujuan kerja adalah suatu persetujuan
antara pekerja / karyawan / buruh atau pemborong / penerima kerja sebagai
“pihak pertama”, mengikat diri untuk menyerahkan tenaganya kepada yang
menyuruh melakukan kerja atau memberi borongan sebagai “pihak kedua’,
guna mendapatkan upah selama jangka “waktu tertentu”.
Sedangkan Pengertian Persetujuan Kerja menurut Pasal 1601 d BW
Persetujuan untuk melakukan suatu atau lebih pekerjaan. Cara membuat
persetujuan kerja adalah bebas, boleh secara lisan atau tertulis. Apabila
persetujuan kerja tersebut dibuat secara tertulis, segala biaya pembuatan akte
dan perongkosan lain, ditanggung oleh pihak majikan.
Perjanjian kerja merupakan dasar terjadinya hubungan kerja. Pasal 50 UU
No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya
perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja atau buruh. Yang dimaksud
dengan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja
atau buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur Pekerja,
Upah dan Perintah sebagaimana telah tercantum dalam Pasal 1601 a KUH
Perdata.
Sebagai perjanjian yang mempunyai ciri-ciri khusus (yakni mengenai
perburuhan), pada prinsipnya perjanjian kerja juga merupakan perjanjian
sehingga sepanjang mengenai ketentuan yang sifatnya umum, terhadap
perjanjian kerja berlaku ketentuan umum. Perjanjian kerja merupakan
perjanjian yang memaksa, karena para pihak tidak dapat menentukan sendiri
keinginan dalam perjanjian sebagaimana layaknya dalam hukum perikatan
dikenal dengan istilah “kebebasan berkontrak“ yang tercantum dalam pasal
1338 KUHPerdata.

M. Yahya harahap, 1986, Segi-Segi HukumPerjanjian, Bandung: Alumni, hlm. 6.Ibid, hal. 7. 4
Dengan adanya perjanjian kerja, para pihak yang
mengadakan perjanjian mempunyai hubungan hukum yang disebut hubungan
kerja, dan sejak itulah terhadap mereka yang mengadakan perjanjian kerja
berlaku hukum perburuhan.
Isi dari perjanjian hubungan kerja tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan dalam undang-undang yang bersifat memaksa ataupun yang
bertentangan dengan tata susila yang berlaku dalam masyarakat, ataupun
ketertiban umum. Bila hal tersebut sampai terjadi maka perjanjian kerja
tersebut dianggap tidak sah dan batal. Perjanjian kerja memegang peranan
penting dan merupakan sarana untuk mewujudkan hubungan kerja yang baik
dalam praktek sehari-hari, maka perjanjian kerja pada umumnya hanya
berlaku bagi pekerja dan pengusaha yang mengadakan perjanjian kerja.
Dengan adanya perjanjian kerja, pengusaha harus mampu memberikan
pengarahan/penempatan kerja sehubungan dengan adanya kewajiban
mengusahakan pekerjaan atau menyediakan pekerjaan, yang tak lain untuk
mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Perjanjian diartikan sebagai 5
suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana
suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu halberhak menuntut pelaksanaan janji itu.

Jadi, perjanjian merupakan suatu perbuatan perikatan antara dua orang
atau lebih kepada satu orang lain atau lebih untuk melaksanakan hak dan
kewajiban yang melekat pada pihak yang terlibat sesuai dengan hukum. Satu
pihak adalah yang wajib berprestasi dan pihak lainnya adalah yang berhak atas
prestasi tersebut.
Perjanjian hubungan kerja sering disebut juga perjanjian kerja. Perjanjian
kerja didalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 didefiniskan bahwa
Perjanjian kerja adalah “Perjanjian antara pekerja dengan pengusaha/pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.

Syarat-syarat atau dasar-dasar perjanjian kerja pada prinsipnya sama
dengan syarat-syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata), yaitu:
1. Kesepakatan kedua belah pihak (konsensus);
2. Kemampuan/kecakapan melakukan perbuatan hukum (cakap hukum);
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan (obyek tertentu);
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (causa yang
halal).
Di samping itu, syarat-syarat lainnya yaitu perjanjian kerja tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.
Perjanjian kerja bisa dibuat tertulis maupun lisan, namun sebaiknya perjanjian
kerja dibuat secara tertulis agar dapat menjadi kekuatan hukum yang mengikat
para pihak yakni antara pengusaha dan pekerja. Perjanjian kerja dalam ini
dinyatakan sah perlu dibuat akta tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah
pihak yang terkait di atas meterai. Perjanjian kerja yang dibuat pada akta
tertulis dan berfungsi sebagai alat bukti sah ini dapat dipergunakan untuk
melakukan tuntutan apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. Oleh
sebab itu, isi dalam perjanjian dituntut sejelas mungkin tentang hak dan
kewajiban, sanksi, waktu berlakunya perjanjian kerja sama, dan hal-hal yang
perlu dilakukan dan disepakati bersama. Tanpa adanya kejelasan dari isi dalam
perjanjian kerja dapat merugikan salah satu pihak, merupakan kelemahan-

R.Wirjono Prodjodikoro,2000. Asas-asas Hukum Perjanjian. Bandung: Mandar Maju. Hal 2Pasal 1 ayat 14 Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
suatu perjanjian dan isi dalam perjanjian kerja sama tersebut harus dipenuhi¬
atau dilaksanakan oleh kedua belah pihak, apabila tidak maka pihak yang
tidak memenuhi perjanjian tersebut harus bertanggung jawab.
Isi perjanjian bersifat mengikat, maksudnya dengan adanya isi perjanjian
yang telah disepakati bersama mengikat kedua belah pihak sehingga
melahirkan suatu hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Hak yang
diterima satu pihak merupakan suatu kewajiban bagi pihak lainnya. Isi
perjanjian yang mengikat hak dan kewajiban harus dilaksanakan sebagaimana
ketentuan dalam isi perjanjian. Apabila salah satu pihak tidak menerima
haknya berarti pihak yang satu telah melalaikan kewajibannya. Orang yang
tidak menerima haknya dapat menuntut pada pihak yang berkewajiban.
PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang
mayoritas sahamnya dimiliki Freeport - Mcmoran Copper & Gold Inc.
Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada indonesia dan
merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang
Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di
Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg
(sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

PT. Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari
Freeport-Mcmoran Copper & Gold Inc. PTFI menambang, memproses dan
melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan
perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi
Papua, Indonesia. PT. Freeport Indonesia (PTFI) memasarkan konsentrat
yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.

Djulmiadji, F. X. Perjanjian Kerja. Jakarta: Bumi Aksara.2000. Hal 58
Kompleks tambang milik PT. Freeport Indonesia (PTFI) di Grasberg
merupakan salah satu penghasil tunggal tembaga dan emas terbesar di dunia,
dan mengandung cadangan tembaga yang dapat diambil yang terbesar di
dunia, selain cadangan tunggal emas terbesar di dunia. Grasberg berada di
jantung suatu wilayah mineral yang sangat melimpah, di mana kegiatan
eksplorasi yang berlanjut membuka peluang untuk terus menambah cadangan
yang berusia panjang.

Pada PT.Freeport, hak-hak pekerja merupakan tanggung jawab perusahaan
dan kewajiban pekerja didasarkan pada kewenangan perusahaan untuk
mengaturnya. Hak perusahaan adalah kewajiban pekerja untuk melakukan
pekerjaan sesuai dengan penugasan pimpinan perusahaan menurut disiplin
kerja yang diaturnya, sedangkan kewajiban perusahaan adalah hak pekerja
untuk memperolah upah, tunjangan dan jaminan social lainnya, beristirahat,
cuti, memperjuangkan haknya secara langsung maupun tidak langsung melalui
serikat pekerja.
Kasus-kasus tersebut penting mendapatkan perspektif perlindungan hakhak asasi tenaga kerja dalam undang-undang yang tegas memberikan
perlindungan bagi hak-hak tenaga kerja. Atas dasar itu, pemerintah secara
berangsur-angsur turut serta dalam menangani masalah perburuhan melalui
berbagai peraturan perundang-undangan yang memberikan kepastian hukum
terhadap hak dan kewajiban pengusaha maupun pekerja. Campur tangan
pemerintah dalam bidang perburuhan melalui peraturan perundang-undangan
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta:Rajawali
Pres.2003. Hal 8
Perjanjian Kerja Bersama XVI Tahun 2009-2011 PT. Freeport Indonesia.
Ketenagakerjaan telah membawa perubahan mendasar yakni menjadikan
Sifat hukum perburuhan menjadi ganda yakni sifat privat dan sifat publik. Sifat
privat melekat pada prinsip dasar adanya hubungan kerja yang ditandai
dengan adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha. Sedangkan
sifat publik dari hukum perburuhan dapat dilihat dari adanya sanksi pidana,
sanksi administratif bagi pelanggar ketentuan di bidang perburuhan/
ketenagakerjaan dan dapat dilihat dari adanya ikut campur tangan pemerintah
dalam menetapkan besarnya standar upah (upah minimum).
Dari latar belakang di atas maka diperlukan adanya Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) untuk menumbuh kembangkan hubungan kerja yang saling
membina, memelihara dan menjamin terciptanya hubungan ketenagakerjaan
yang didasarkan pada Hubungan Industrial Pancasila (HIP). PKB ini mengatur
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak (Perusahaan dan
Pekerja). Tata cara penyelesaian keluhan Pekerja diatur secara terperinci
dalam buku Pedoman Hubungan Industrial (BPHI) yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari PKB ini. Pelaksanaanya akan dilakukan secara
musyawarah dan mufakat berdaarkan UUD 1945 serta peraturan perundangundangan Republik Indonesia.
Mengingat pentingnya PKB ini baik pekerja maupun Perusahaan
mempunyai tanggung jawab bersama untuk memenuhi semua kewajiban yang
telah disetujui dalam PKB ini atau yang berhubungan dengan pelaksanaannya.
Perusahaan dan Serikat Pekerja juga bersepakat bahwa selama masa
berlakuknya PKB ini, tidak ada satu pihak yang akan mengajukan permintaan
apapun untuk mengubah PKB ini yang dapat melampaui atau mengurangi
makna dari ketentuan-ketentuan yang telah disepakati.
Dalam menerapkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam PKB ini,

http://slameth034.blogdetik.com/2009/08/Tgl. 26-3-2010,jam 14.22
Perusahaan senantiasa memastikan bahwa seluruh oprasinya dilaksanakan
dengan menghormati hak asasi manusia, peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku serta kebudayaan penduduk asli setempat di lokasi di mana
Perusahaan beroperasi seperti tertuang di dalam Surat Edaran Perusahaan
tentang kebijakan Hak-Hak Asasi Manusia dan Pelaksanaannya mulai 1 Juni
1999.
Dikarenakan masih banyaknya terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh
pengusaha terhadap buruh didalam pelaksanaan perjanjian kerja maka peneliti
tertarik untuk membuat skripsi dengan judul sebagai berikut :
”PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA PT. FREEPORT INDONESIA DITINJAU DARI UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN”.

B. Perumusan Masalah
Pada dasarnya sebelum seorang penulis merumuskan judul suatu
penelitian maka terlebih dahulu harus merumuskan masalahnya. Perumusan
masalah adalah pernyataan yang menunjukkan jarak antara anggapan dan
kenyataan atau rencana dengan pelaksanaan.

Setelah mengetahui dan memahami uraian dari latar belakang masalah
diatas dirumuskan beberapa permasalahan yang dapat menjadi pokok masalah
untuk dikaji lebih dalam lagi. Perumusan masalah dalam skripsi ini yaitu:
1. Bagaimanakah pelaksanaan Perjanjian Kerja PT. FREEPORT?
2. Bagaimanakah sistem penggajian PT.FREEPORT ?
3. Problem apakah yang timbul dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja PT.FREEPORT ?

Ronny Hanitijo Soemitro, 1998, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurismetri. Jakarta : Ghalia
Indonesia, hal.51.
C. Tujuan Penelitian
Dalam setiap aktivitas penulisan tidak dapat dipisahkan dari tujuan yang
ingin dicapai dalam penyelenggaraan aktivitas tersebut. Hal ini lebih
bermanfaat dalam penyelenggaraan suatu kegiatan, apabila telah dirumuskan
terlebih dahulu yaitu dapat dijadikan tolak ukur dan pegangan dalam
penyelenggaraan suatu aktivitas, karena yang ingin dicapai pada dasarnya
merupakan hasil dari pelaksanaan suatu kegiatan. Sesuai dengan pernyataan
diatas maka dalam penelitian ini mempunyai tujuan:

1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Perjanjian Kerja pada
PT.FREEPORT.
b. Untuk Mengetahui Bagaimana Sistem Penggajian pada
PT.FREEPORT.
c. Untuk Mengetahui Problem yang Timbul Dalam Pelaksanaan
Perjanjian Kerja pada PT.FREEPORT.

2. Tujuan Subjektif
a. Untuk melatih kemampuan penulis dalam melakukan penelitian.
b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dibidang hukum
perjanjian yang termasuk kedalam hukum perdata khususnya mengenai
hak dan kewajiban pekerja di PT. FREPORT INDONESIA.
c. Untuk meningkatkan dan mendalami berbagai teori tentang ilmu
hukum yang sudah penulis peroleh, khususnya tentang teori-teori di
bidang hukum perdata terutama dalam hukum perjanjian. 12
d. Untuk memperoleh data yang penulis pergunakan dalam penyusunan
skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan
dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

D. Manfaat Penelitian
Didalam melakukan penelitian ini, penulis mengharapkan ada
manfaat yang dapat diambil baik bagi penulis sendiri maupun bagi masyarakat
pada umumnya. Manfaat penelitian ini dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat menambah pengetahuan, pengalaman, dam pemahaman
terhadap permasalahan yang diteliti.
b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu Hukum
Perdata pada umumnya dan Hukum Perjanjian pada khususnya.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan
masukan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan
perjanjian kerja.
b. Untuk mengembangkan pola pikir dan mengetahui kemampuan
penulis untuk menerapkan ilmu yang diperoleh.

E. Metode Penelitian
Metode dalam hal ini diartikan sebagai suatu cara yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu.
Sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, 13
dan menguji suatu pengetahuan yakni usaha dimana dilakukan dengan
menggunakan metode-metode tertentu.
Suatu metode penelitian akan mengemukakan secara teknis tentang
metode-metode yang digunakan dalam penelitian.
Adapun metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah
yuridis empiris. Pendekatan ini mengkaji konsep normative/yuridis
perjanjian kerja yang ada dalam masyarakat dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, sedangkan empirisnya ditujukan terhadap praktik
pelaksanaan perjanjian kerja yang ada dalam masyarakat.
2) Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian
yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
manusia, keadaan atau gajala-gajala lainnya.
Pada dasarnya jenis penelitian ini bertujuan agar dapat memberikan
gambaran yang jelas dan lengkap dengan jalan mengumpulkan data,
menyusun, mengklarifikasi, menganalisa data dan mendeskripsikan
tentang bagaimana pelaksanaan perjanjian kerja pada PT.FREEPORT,
bagaimana sistem penggajiannya, dan problem apa yang timbul dalam
perlaksanaan Perjanjian Kerja pada PT.FREEPORT.








Sutrisno Hadi, 1997, Metodologi Riset, Yogyakarta: UGM press, Hal. 3.
Noeng Muhadjir, 1998, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, Hal. 3.
Soerjono Soekanto 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI, Hal. 13.
3) Lokasi penelitian
Sesuai dengan judul penelitian yang penulis ajukan yaitu: “Pelaksanaan
Perjanjian Kerja PT. Freeport Indonesia Ditinjau dari UU No. 13 Tahun 2003
Tentang ketenagakerjaan“. Maka untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan permasalahan yang timbul , penulis mengambil lokasi penelitian di
PT. FREEPORT, Tembagapura, Irian Jaya, Indonesia.
4) Jenis data
Dalam penelitian ini menggunakan sumber data yang berasal dari dua
sumber yang berbeda, yaitu:
a. Data Primer
Yaitu data yang berasal dari sumber data utama yang berupa
tindakan - tindakan social dan perkataan dari pihak – pihak yang terkait
dengan masalah yang diteliti.
Data primer merupakan data yang
diperoleh peneliti dari PT. FREEPORT, baik dari perusahaan dan
pegawainya, dan UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
b. Data Sekunder
Yang menjadi sumber data sekunder ialah sumber-sumber yang
tidak terkait secara langsung dengan permasalahan yang diteliti. Dalam
penelitian ini sumber data sekunder ialah: data yang berupa dokumen,
referensi dan berbagai buku yang berkaitan dengan objek penelitian.
5) Metode pengumpulan data
Untuk mengumpulkan data dimaksud di atas digunakan teknik sebagai
berikut :

Lexi. J. Moelong, 1994, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Offset, Hal. 45.
a. Studi Kepustakaan
Adalah metode untuk mengumpulkan data berdasarkan sumber
catatan yang ada, dilakukan dengan cara mencari, membaca, mempelajari
dan memahami data-data sekunder yang berhubungan dengan hukum
sesuai dengan pengumpulan data dengan jalan mengutip bahan-bahan
pustaka berupa buku-buku, literature, dokumen, peraturan yang ada
relevansinya dengan masalah yang diteliti.
b. Wawancara
Sebagai data primer maka wawancara dilakukan terhadap pegawai
pabrik di PT. FREEPORT untuk mendapatkan data tentang bentuk
perjanjian kerja di PT. FREEPORT, dan pelaksanaan perjanjian kerja di PT. FREEPORT.
6) Analisa data
Teknis analisis data dalam penelitian merupakan hal yang penting agar
data-data yang sudah terkumpul dapat dikerjakan dan dimanfaatkan
sedemikian rupa sehingga memperoleh kebenaran yang dapat dipakai untuk
menjawab persoalan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini penulis mengunakan data kualitatif yaitu suatu tata
cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang 16
dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lesan dan perilakunya yang
nyata, diteliti dan dipelajari secara utuh.
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interakrif.
Langkah awal peneliti yaitu melakukan pengumpulan data baik dari hasil
pengamatan maupun studi kepustakaan. Data yang diperoleh tersebut disusun
dalam bentuk penyusunan data kemudian dilakukan pengolahan data dan
seterusnya diambil kesimpulan. Apabila kesimpulan kurang akurat, maka
peneliti melakukan verifikasi dan kembali mengumpulkan data di lapangan.
Tujuannya adalah untuk menjamin validasi data yang ada.

F. Sistematika Skripsi
Penelitian skripsi ini terdiri atas empat Bab yang disusun secara sistematis,
dimana satu sama lain saling berkaitan, dan di setiap Bab terdiri dari sub-sub
Bab. Agar dapat memberikan gambaran mengenai skripsi ini nantinya, maka
penulis akan memberikan gambaran secara garis besarnya sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Perumusan masalah
C. Tujuan penelitian
D. Manfaat penelitian
E. Metode penelitian
F. Sistematika penulisan













Soerjono Soekanto dan Sri Pamuji,1986, Peneliti Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: CV Rajawali, Hal. 13.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka yang berisikan uraian dasar teori dari skripsi ini yang
meliputi:
A. Tinjauan Umum tentang PT. Freeport.
1.Sejarah PT. Freeport Indonesia.
2. Perkembangan PT. Freeport Indonesia.
3. Visi dan Misi PT. Freeport Indonesia.
B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian.
1. Pengertian Perjanjian.
2. Syarat Syahnya Perjanjian
3. Asas –Asas Perjanjian
4. Akibat Perjanjian Hukum yang Sah
5. Jenis-Jenis Perjanjian
C. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja.
1. Pengertian Perjanjian Kerja
2. Jenis – Jenis Perjanjian Kerja
3. Subyek dan Obyek Perjanjian Kerja
D. Tinjauan tentang Sistem Pengupahan dan Penggajian.
1. Sistem Pengupahan dan Penggajian.
2. Upah Minimum dalam Hukum Ketenagakerjaan.
3. Teori-Teori Pengupahan






BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dan pembahasan dimana penulis akan menguraikan
dan membahas mengenai:
A. Pelaksanaan Perjanjian Kerja pada PT. Freeport Indonesia.
B. Sistem Penggajian pada PT. Freeport Indonesia.
C. Problem yang Timbul dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja pada
PT. Freeport Indonesia.




















BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berisikan kesimpulan dari hasil pembahasan terhadap
permasalahan yang diangkat dan telah diuraikan dalam bab-bab
sebelumnya.
B. Saran
Berisikan pemberian saran-saran yang dianggap perlu demi
tercapainya kegunaan dari skripsi ini sehingga dapat bermanfaat
bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

edit post

lATAR bELAKANG uud Sementara 1950-1959

Rulil asmi Filed Under:
Pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1959, Indonesia menggunakan Undang Undang Dasar Sementara 1950 sebagai dasar negaranya. UUDS tersebut dumulai pada 17 Agustus 1950 sampai dengan lahirnya dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang dikeluarkan Presiden Soekarno.

Pemberlakuan Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut dimulai pada saat Republik Indonesia Serikat berakhir karena adanya demo besar-besaran dari rakyat yang menuntut kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga akhirnya pemerintah membubarkan Republik Indonesia Serikat dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menggunakan Undang Undang Dasar Sementara sejak 17 Agustus 1950, dengan menganut sistem kabinet parlementer.

Pada tahun 1950 itu juga dibentuk sebuah badan konstituante yang bertugas membuat dan menyusun Undang Undang Dasar baru seperti yang diamanatkan UUDS 1950, namun sampai akhir tahun 1959, badan konstituante tersebut belum berhasil merumuskan Undang Undang Dasar yang baru, hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959 yang isinya membubarkan badan konstituante tersebut, sekaligus menegaskan pada tahun itu juga bahwa Indonesia kembali ke Undang Undang Dasar 1945, serta membentuk MPRS dan DPRS.

Pada masa Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut diberlakukan, gejolak politik yang panas menimbulkan berbagai gerakan yang politik yang tidak stabil, sehingga kabinet pemerintahanpun ikut kena imbasnya, tercatat pada periode 1950 hingga 1959 ada 7 kali pergantian kabinet, yaitu :
1. 1950 - 1951 : Kabinet Natsir
2. 1951 - 1952 : Kabinet Sukiman Suwirjo
3. 1952 - 1953 : Kabinet Wilopo
4. 1953 - 1955 : Kabinet Ali Sastroamidjojo I
5. 1955 - 1956 : Kabinet Burhanuddin Harahap
6. 1956 - 1957 : Kabinet Ali Satroamidjojo II
7. 1957 - 1959 : Kabinet Djuanda
Hingga puncaknya pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang isinya seperti yang telah ditulis diatas, dan pada masa berakhirnya UUDS 1950 dan kembali ke Undang Undang Dasar 45, sistem kabinet parlementer ikut juga berakhir menjadi sistem Demokrasi Terpimpin dimana seluruh keputusan dan pemikiran hanya terpusat pada Presiden.

Namun demikian, ternyata sistem Demokrasi Terpimpin tersebut tidak membuat Indonesia menjadi stabil dalam bidang politik apalagi ekonomi, karena Partai Komunis Indonesia yang pada masa itu sebagai partai besar merasa berada diatas angin, mereka kemudian mendorong Presiden Soekarno untuk membuat sebuah konsep yang dinamakan konsep Nasionalisme, Agama dan Komunisme atau lebih dikenal sebagai NASAKOM.

Era Demokrasi Terpimpin adalah kolaborasi antara kekuasaan kaum borjuis dengan komunis itu ternyata gagal dalam memperbaiki sistem perekonomian Indonesia, malahan yang terjadi adalah penurunan cadangan devisa, inflasi terus menaik tanpa terkendali, korupsi kaum birokrat dan militer merajalela, sehingga puncaknya adalah pemberontakan PKI yang dikenal dengan pemberontakan G 30 S/ PKI.

edit post

RIS

Rulil asmi Filed Under:
Periode DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat (1949-1950)
Pembentukan negara serikat merupakan konsekuensi diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Perubahan ini tercantum dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini kemudian berdampak pada sistem yang digunakan Indonesia yaitu sistem pemerintahan parlementer, yang membagi badan legislatif RIS menjadi dua kamar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Periode DPR-RIS
Pada Periode ini DPR-RIS dan Senat bersama-sama dengan pemerintah melaksanakan pembuatan perundang-undangan. DPR-RIS juga berwenang mengontrol pemerintah, dengan catatan presiden tidak dapat diganggu gugat, tetapi para menteri bertanggung jawab kepada DPR atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendir seperti halnya sistem parlementer pada umumnya. Dalam masa kerjanya selama enam bulan, DPR-RIS berhasil mengesahkan tujuh undang-undang.

Periode Senat-RIS
Keanggotaan Senat RIS berjumlah 32 orang, yaitu masing-masing dua anggota dari tiap negara/negara bagian. Secara keseluruhan, cara kerja Senat RIS diatur dalam Tata Tertib Senat RIS.

Periode Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (1950-1956)
Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS menyetujui Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS NKRI, UU No. 7/1850, LN No. 56/1950). UUDS ini merupakan adopsi dari UUD RIS yang mengalami sedikit perubahan, terutama yang berkaitan dengan perubahan bentuk negara dari negara serikat ke negara kesatuan. Pada tanggal yang sama, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan:
1.Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi;
2.Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.

Periode DPR Hasil Pemilu 1955 (20 Maret 1956-22 Juli 1959)
DPR hasil Pemilu 1955 berjumlah 272 orang. Perlu dicatat bahwa Pemilu 1955 juga memilih 542 orang anggota konstituante, yang bertugas menyusun konstitusi Indonesia yang definitif, menggantikan UUDS.
Tugas dan wewenang DPR hasil Pemilu 1955 sama dengan posisi DPRS secara keseluruhan, karena landasan hukum yang berlaku adalah UUDS. Banyaknya jumlah fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai yang kuat, memberi gambaran bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi. Dalam masa ini terdapat tuga kabinet yaitu Kabinet Burhanuddin Harahap, Kabinet Ali Sastroamidjojo, dan Kabinet Djuanda.

Periode DPR Hasil Pemilu 1955 Paska-Dekrit Presiden 1959 (1959-1965)
Pada tahun 1959, Presiden Soekarno membubarkan Konstituante dan menyatakan bahwa Indonesia kembali kepada UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 2959. Jumlah anggota sebanyak 262 orang kembali aktif setelah mengangkat sumpah. Dalam DPR terdapat 19 fraksi, didominasi PNI, Masjumi, NU, dan PKI.
Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, presiden membubarkan DPR karena DPR hanya menyetujui 36 milyar rupiah APBN dari 44 milyar yang diajukan. Setelah membubarkan DPR, presiden mengeluarkan Penpres No. 4 tahun 1960 yang mengatur Susunan DPR-Gotong Royong (DPR-GR).
DPR-GR beranggotakan 283 orang yang semuanya diangkat oleh presiden dengan Keppres No. 156 tahun 1960. Adapun salah satu kewajiban pimpinan DPR-GR adalah memberikan laporan kepada presiden pada waktu-waktu tertentu. Kewajiban ini merupakan penyimpangan dari Pasal 5, 20, dan 21 UUD 1945. Selama 1960-1965, DPR-GR menghasilkan 117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.

edit post